logo sekolah almadinah tpi
Sekolah Al-Madinah Tanjungpinang

Membangun Generasi Qur'ani

Menu

Wadah Informasi seputar SIT Al-Madinah
Bukan Cinta Biasa | Cerita Pendek Karya Guru

Tulisan Cerita Pendek (Cerpen) yang meraih Juara 3 dalam Acara Memeriahkan Hari Guru Nasional 2022

Bunyi “klontangan” panci dapur dari sebuah rumah , memecah keheningan malam yang mulai menyapa senja. Rumah itu terlihat sangat sederhana. Dindingnyanya yang terbuat dari anyaman bambu membuat cahaya lampu dari rumah tersebut mengintip dari celah-celah. Derik jangkrik terdengar sayup menandakan di luar sana udara cukup dingin. Orang-orang masih lelap dalam selimutnya.

Namun, tidak seperti halnya Siti. Ia mengucek matanya saat alaram yang sengaja ia setel pukul 03.00. membangunkannya“Ibu sudah bangun dari tadi sepertinya” bisik Siti dalam hati. Dengan segera Ia menuju ke dapur. Benar saja rupanya beberapa potong kue „dadar gulung‟ sudah berhasil Ibu gulung. Siti segera duduk di dingklik untuk menggantikan posisi ibu menggulung sementara ibu beralih menumbuk ubi yang sudah direbus untuk dibuat gethuk. “Bu hari ini kenapa dadar gulungnya sedikit?” Tanya Siti kepada ibunya. “Beberapa hari ini hujan terus, banyak orang tidak pergi ke pasar, takut tidak habis seperti kemarin”, jawab ibu dengan suara putus asa. Siti sebenarnya ingin bercerita kepada ibu kalau kemarin Ia dipanggil ke tata usaha terkait masalah tunggakan SPP. Namun, melihat wajah putus asa Ibu, Siti mengurungkan niatnya. Siti memang tidak memiliki keberanian untuk meminta uang kepada Bapak. Siti pun bingung mengapa bisa demikian. Padahal, di balik wajahnya yang kaku dan terlihat sangar, ditambah dengan kumis tebalnya, Bapak sebenarnya adalah sosok yang sangat penyayang. Terpaan hidup yang Bapak tanggung yang harus menyekolahkan lima orang anaknya, kedua kakak Siti masih kuliah, Siti kelas 11 SMA, dan dua adik Siti yang masih SMP dan SD kelas VI membuat wajah Bapak selalu tampak serius dan hampir tidak pernah tersenyum. Mungkin itulah yang membuat Siti tidak memiliki keberanian untuk meminta uang kepada Bapak.

Suara Azan dari masjid mulai terdengar. Suara azan yang sebenarnya lebih cocok sebagai nyanyian pengantar tidur karena suaranya yang dibuat mendayu-dayu. Suara azan biasanya terdengar lantang untuk menyeru umat muslim untuk menyegerakan melakukan salat. Namun, azan di Kampung Sido Makmur, Jawa Tengah tidak demikian halnya. “Pak De” sebutan yang orang sematkan untuk kakek tua yang selalu datang paling awal sebelum waktu salat, justru mengumandangkan azan dengan cara yang lain. Sebenarnya masyarakat kampung sudah ada yang mengingatkan „Pak Dhe‟ tapi tetap saja beliau azan dengan suara mendayu-dayu.

Biasanya, sebelum suara iqomat terdengar „dadar gulung, gethuk‟, dan jajanan pasar lainnya sudah menunggu di kemas. Siti menyelesaikan pekerjaan tersebut sebelum pukul 06.00 karena Ia harus segera bersiap-siap untuk berangkat sekolah. Pagi itu, seperti biasa Siti bergegas mandi setelah dagangan Ibu yang akan dibawa ke pasar sudah selesai dikemas.

“Krek” Siti membuka kamar mandi dengan terburu-buru. Belum satu menit Siti masuk Ia keluar lagi sembari menutup hidungnya. “Cepetan” Siti berteriak sambil menggedor pintu toilet, Ia berteriak kepada adik bungsunya yang sedang buang hajat di toilet yang besebelahan dengan kamar mandi. Kamar mandi yang sempit dan bersebelahan dengan toilet membuat Siti tidak tahan dengan bau yang berasal dari toilet. Siti berlari ke ruang tamu untuk melihat jam dinding yang ternyata sudah menunjukkan pukul 06.15. Gedoran pintu dari luar toilet membuat Genduk, panggilan untuk adik bungsunya, menangis karena disuruh keluar dari toilet. Gendhuk memang sangat cengeng, manja, dan selalu menggunakan tangisan sebagai senjata, mungkin kaerena dia anak bungsu jadi wajar saja jika Genduk manja dan cengeng. Tangisan Gendhuk membuat Siti kesal dan hilang kesabaran. Segayung air Siti Siramkan melalui bagian atas didinding tembok pemisah antara toilet dan kamar mandi yang memang dibuat terbuka. Sontak saja tangisannya semakin kenceng tetapi berhasil untuk memaksa Gendhuk keluar. Kasihan juga sebenarnya sih tapi Siti mengejar waktu agar tidak terlambat ke sekolah.

Sepeda mini berwarna biru muda,dengan keranjang di bagian depan Ia kayuh sekuat tenaga untuk bisa sampai ke sekolah tepat waktu. Perjalanan 8 Km harus ditempuh dengan waktu 15 menit tentunya hal yang sangat tidak mungkin. Benar saja sesampai di sekolah pelajaran sudah berlangsung. Kebetulan pelajaran pertama adalah pelajaran yang sangat Siti sukai semasa SMP dulu. Memang benar sih matematika selalu menjadi momok bagi semua murid, tetapi gaya penyampaian serta kepiawaian Pak Ahmad dalam meymapaikan pelajaran, ditambah beliau selalu menggunakan contoh-contoh nyata membuat Siti sangat menyukai pelajaran matematika kala itu.

“Assalamualaikum” suara Siti mengalihkan pandangan seisi kelas 11 B. tak terkecuali Bu Lia yang saat itu sedang menjelaskan theorem phytagoras. Dengan ekspresi datarnya beliau mengizinkan Siti masuk kelas. Semua mata seolah menatap ke arahnya membuatnya berjalan menunduk ke bangkunya karena malu. Siti mengeluarkan buku paket dan buku tulis matematika. Belum selesai ia membuka kotak pensil tangannya terhenti mendengar suara Bu Lia.

“Dua kakamu itu semuanya pintar-pintar, disiplin tidak seperti kamu”. Siti langsung menyadari kalau kalimat yang terucap dari bibir Bu Lia ditunjukkan kepadanya. Kedua kakak Siti memang mengenyam bangku SMA di sekolah yang sama dengannya. Mungkin maksud Bu Lia ingin memotivasinya agar Ia tidak suka terlambat dan bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Namun, menurut Siti kata-kata tersebut sangat membuat luka di relung hatinya. “Kenapa sih tidak Tanya dulu kenapa aku bisa terlambat” Jam berapa aku bangun “apa yang harus aku selesaikan sebelum berangkat sekolah?” Siti kesal,mendendam dalam hati. Sejak saat itu matematika menjadi pelajaran yang sangat ia benci.

***

Kriiiiiing…kriiing bel berbunyi dua kali menandakan pergantian pelajaran. Siti segera berpindah ke bangku paling belakang karena ia enggan mendengarkan dan mengikuti pelajaran matematika. Sepanjang pelajaran berlangsung ia habiskan untuk menulis sebuah cerpen di buku kumpulan cerpen yang ia bawa dari rumah. Biasanya setelah menyelesaikan satu cerita Siti akan meminta temannya untuk membaca cerita yang ia tulis dan meminta tanggapan. Sikapnya yang semakin acuh denga pelajaran matematika membuat imej Siti di mata Bu Lia semakin tidak baik. Bu Lia semakin sering membanding-bandingkan Siti dengan Kakak-kakanya. Tentu saja Siti masa bodoh.

Bu Lia memberikan pertanyaan-pertanyaan dan menulis soal di papan tulis. Terlihat murid-murid yang lain sangat antusias berebut untuk dapat menjawab dan menuliskan jawabannya di papan tulis. Sesekali siti melirik ke papan tulis untuk melihat jawaban teman-temannya. “Eh rupanya sudah masuk bab limit fungsi “ gumam Siti dalam hati. “nanti sepulang sekolah aku mau belajar otodidak toh ada buku paket ini” gumamnya dengan percaya diri lalu

kembali melanjutkan aktivitasnya menulis sebuah cerpen. “Pindah lagi sana” suara Ifah membuyarkan imajinasinya yang sudah berdesak-desakan ingin segera ditulis dikertas. “Udah selesai matematikanya Pak Budi udah datang tuh”. Desak Ifah menyuruhnya kembali duduk di bangku depan. “Oh” Jawab Siti singkat. Dengan semangat Ia mengambil buku bahasa Indonesia, pelajaran yang sangat ia sukai. Selain humoris dan bisa menjelaskan materi dengan gamblang, Pak Budi juga belum menikah dan hal itu membuat hampir semua murid perempuan menyukainya karena gayanya yang cukup memikat anak-anak usia SMA.

***

“Kriing…kriingg..kriing”. Seisi kelas bersorak sorai mendengar bel berbunyi. “Alhamdulillah Nak bukan Hore” Pak Didit guru PKN mengingatkan, kemudian diikuti suara hamdalah dari murid kelas 11 B, “ Alhamdulillah”, “Pulang Pak”, celetuk Anam. Penutupan oleh guru mata pelajaran terakhir membuat Siti lega karena ini hari Kamis berarti besok sekolah libur. Sekolah Siti memang cukup unik karena libur sekolahnya bukan hari Minggu, melainkan hari Jumat. Ia keluar kelas dan duduk di teras masjid sekolah sambil memenunggu temannya yang rumahnya searah dengannya. Mengayuh sepeda sambil mengobrol membuat perjalanan panjang sejauh 8 km terasa lebih dekat.

Sembari mengobrol Siti mengayuhkan sepeda biru muda pemberian bapaknya itu, sesekali ia terlihat tersenyum dan kadang kala tertawa lepas. Dari kejauhan Siti sudah membaca gapura bertuliskan “Selamat Datang di Desa Wonosari” Siti mengayuh sepedanya lebih cepat dengan tiba-tiba. Temannya tertawa sambil mengimbangi dengan kayuhan yang sama agar tidak tertinggal. Ia memang selalu ngebut saban memasuki gapura itu. Hal itu dikarenakan ada seorang pemuda ynag usianya sebetulnya bisa dibilang cukup jauh terpaut dengan Siti, yang sering tiba-tiba muncul di samping sepedanya sambil mengajak ngobrol yang menurut Siti sangat tidak penting dan membosankan.

***

Sebelum asar Siti sudah sampai di rumah, Ia teringat dengan pelajaran matematika tadi yang ternyata sudah masuk bab limit fungsi, itu artinya hari Sabtu ulangan bab fungsi. Seusai makan ia segera membuka buku matematika. Dengan susah payah Ia mencoba memahami materi fungsi yang sama sekali belum ada yang masuk di otaknya. Ia membuka lembaran-demi lembaran halaman 52 sampai 60. Awalnya Ia bisa memahami dengan baik, tetapi semakin jauh halaman dibukanya, Ia semakin tidak paham dan bingung. Ia terus berusaha memahami materi tersebut walaupun pada akhirnya otaknya terasa buntu. Dengan putus asa Siti menutup kembali buku paketnya.

Ia termenung, memikirkan ide bagaimana supaya Ia bisa paham dengan materi tentang fungsi yang akan diujiankan Sabtu besok. Bibirnya tiba-tiba menyunggingkan senyum, sepertinya Ia menemukan ide yang cukup membuatnya senang. Rupanya Ia terpikir untuk meminjam buku temannya yang berbeda sekolah dengannya. Tanpa piker panjang Ia bergegas ke rumah Wiwi untuk meminjam buku yang Ia maksud.

***

Sabtu pagi, Siti memutuskan untuk berangkat sekolah menggunakan angkot karena tidak mau terlambat dan ketingagalan ujian matematika. Libur Jumat yang biasa bisa sedikit bersantai terpaksa Siti lalui untuk mempelajari pelajaran matematika. Suasana sekolah masih terlihat lengang, hanya beberapa murid terlihat sedang duduk-duduk di bangku yang sengaja di pasang di depan teras sekolah. Siti masuk kelas dan kembali membuka buku matematika untuk berusaha memahami apa yang sepanjang Jumat kemarin belum bisa dipahaminya.

Bu Lia masuk disambut suasana hening karena seisi kelas memulai pagi dengan membuka materi yang akan diujiankan. “Wah luar biasa anak-anak Ibu hari ini” Kata-kata Bu Lia memuji murid kelas 11 B. Ujian berlangsung dengan hening, Ifah melemparkan kertas ke arah Hayati, siswi yang terkenal paling jago matematika. Melihat hal tersebut Bu Lia hanya memanggil nama Ifah dengan suara lembutnya. “Ifaaah” Teman-teman Ifah terlihat cekikikan melihat Ifah yang tampak malu karena ketahuan meminta jawaban dari Hayati.

Di sudut belakang tanpak Siti meremas-remas kertas coret-coretannya dan menaruhnya di dalam laci. Soal ujian hanya setengah yang sudah dikerjakannya sementara waktu ujian akan selesai 15 menit lagi. Siti tampak putus asa dan kemudian menyandarkan kepalanya di atas meja. Wajah Siti tampak sedih dan terlihat gurat penyesalan karena tidak bisa menyelesaikan soal ujian.

***

Senin pagi, seperti biasa sebelum jam 07.00 tanpa harus diingatkan oleh guru, murid-murid sudah berbaris rapi untuk menjalankan upacara bendera. Upacar bendera di awali dengan pembacaan ayat suci Al Quran yang membuat peserta upaca seakan hanyut dalam damainya lantunan ayat suci. Petugas pengibar bendera pun menjalankan tugasnya dengan begitu sempurnanya diiringi lagu Indonesia Raya membangkitakn semangat murid-murid untuk mengisi kemerdekaan.

Pak Budi membetulkan pelantang yang ada di hadapannya agar suaranya lebih jelas dan dapat didengarkan oleh murid-muridnya saat Ia menyampaikan amanat Pembina upacara. Siti semakin bersemangat dan serius menyimak apa yang disampaikan oleh guru favoritnya itu. Pak Budi dengan gaya khasnya menyampaikan amanat tentang betapa pentingnya seorang murid untuk mencintai gurunya ketika belajar atau menuntut Ilmu. “Tanpa ada rasa cinta kepada guru maka sehebat apapun, dan sepiawai apapun guru mengajar maka murid tersebut tidak akan dapat mengambil ilmu itu dari guru”. Terlihat gurat penyesalan di wajah Siti ketika mendengarkan apa yang disampaikan oleh Pak Budi. “Bagaimana wujud cinta seorang murid kepada gurunya?” pak Budi melanjutkan amanatnya. “Wujud cinta seorang murid kepada gurunya adalah pertama sering mendoakan guru, tidak membicarakan keburukan guru. “ Ketika Alloh memperlihatkan keburukan guru kepada muridnya maka sesungguhnya itu adalah ujian bagi murid karena hal tersebut bisa mengurangi rasa cinta murid tersebut kepada gurunya”. Lanjut Pak Budi.

Amanat yang disampaikan pak Budi membangunkan ingatan Siti terhadap kebencian-kebencian di hatinya selama ini kepada Bu Lia. Kebencian yang selama ini seakan membutakan mata hati Siti untuk melihat kebaikan-kebaikan yang ada pada Bu Lia. “Ya Alloh berikan aku kesempatan untuk aku memperbaiki diri, maafkan aku yang mendurhakai guruku, berikan aku kesempatan untuk mencintai Bu Lia”. Siti berdoa dalam hati. “ dan bertekad akan meminta maaf kepada Bu Lia atas sikap buruknya selama ini.

SELESAI

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x
logo ra almadinah

RA AL-MADINAH

Unit Pendidikan Untuk Anak Usia Dini (Umur 4 - 6 Tahun)
Link ini tempat untuk Guru, Tendik, dan Wali Murid Aktif RA Al-Madinah
Log In
logo sdit almadinah

SDIT AL-MADINAH

Unit Pendidikan Untuk Anak Usia 6 Tahun Ke Atas
Link ini Tempat untuk Guru, Tendik, dan Wali Murid Aktif SDIT Al-Madinah
Log In
logo smpit

SMPIT AL-MADINAH

Unit Pendidikan Untuk Siswa Tamatan Sekolah Dasar
Link Ini Tempat Untuk Guru, Tendik, dan Wali Murid SMPIT Al-Madinah
Log In
logo ra almadinah

RA AL-MADINAH

Unit Pendidikan Untuk Anak Usia Dini (Umur 4 - 6 Tahun) - Klik Aja!
Link ini Tempat Untuk Guru, Tendik, dan Wali Murid Aktif RA Al-Madinah
Log In
logo sdit almadinah

SDIT AL-MADINAH

Unit Pendidikan Untuk Anak Usia 6 Tahun Ke Atas - Klik Aja!
Link ini tempat untuk guru, tendik, dan wali murid aktif SDIT Al-Madinah
Log In
logo smpit

SMPIT AL-MADINAH

Unit Pendidikan Untuk Siswa Tamatan Sekolah Dasar - Klik Aja!
Link ini tempat untuk guru, tendik, dan wali murid aktif SMPIT Al-Madinah
Log In
Menu
Tetap Terhubung
Untuk Desktop & Tablet
logo sekolah almadinah tpi
0813 8677 1711

Kontak Humas Al-Madinah

0852 7234 4533

Kontak TKIT Al-Madinah

0813 7214 7534

Kontak SDIT Al-Madinah

0822 6708 5398

Kontak SMPIT Al-Madinah

0822 8313 7583

Kontak Unit Usaha Al-Madinah

Media Sosial Kami